Ilmuwan kok Netral? Pantas Buminya Rusak!

Dalih netralitas sering sekali dipakai para ilmuwan. Terutama diucapkan ketika para pemakai jubah toga ini harus menghadapi suatu kasus polemik. Entah pada jerat kasus korupsi, pelecehan seksual, kerusakan alam akibat pembangunan, sampai UU ITE.

“Saya itu akademisi. Di sini saya posisinya netral.”

“Saya itu hanya penelitian.”

“Saya itu hanya memberi edukasi ilmiah.”

Omong kosong, bila ada ilmuwan yang mengaku dirinya netral. Sebab, di dalam filsafat ilmu tidak ada tempat untuk netralitas.

Dari tiga aspek landasan filsafat ilmu, pada aspek terakhir-lah sering sekali para ilmuwan melupakan hal ini. Entah lupa atau pura-pura tidak tahu. Terutama pada para ilmuwan alam yang lebih sering disebut saintis.

Perihal ontologi dan epitemologi mungkin kita sudah paham mendarah daging. Bagaimana bukti empiris lapangan dibawa ke meja laboratorium. Bagaimana hipotesa diuji dengan berbagai metode canggih untuk menemukan kebenaran dengan persentase maksimal.

Namun, tidak semua ilmuwan paham tentang aspek aksiologis. Seakan-akan, bila saintis sudah mampu menerapkan formula matematis, menggunakan teknologi berakurasi tinggi, dan membaca gejala-gejala alam dengan rinci, lantas ilmunya sudah siap “disajikan” ke muka publik?

Tentu tidak! Ilmu pengetahuan tidak selesai pada persoalan menjabarkan fenomena alam secara rinci matematis-objektif. Ilmu pengetahuan adalah alat untuk membantu kehidupan umat manusia dan lingkungan.

Ingat, sekali lagi! Umat manusia! Bukan segelintir orang bermodal yang bisa memberi hadiah satu unit Pajero.

Aspek aksiologi dalam filsafat ilmu tidak boleh ditinggalkan begitu saja. Axion yang berarti “nilai” adalah bentuk kontra dari netralitas. Pada nilai seperti apa yang dituju oleh para ilmuwan? Nilai “kebaikan universal” atau nilai amar makruf nahi mungkar pada religio-Islam? Apa pun itu, pilih!

Tetaplah memihak pada posisi mereka yang paling sengsara hidupnya. Bukan pada alasan artifisial tipu-tipu yang dihembuskan para pemodal berbau dolar.

Hari ini kita sedang dalam krisis ini. Krisis di mana ilmu pengetahuan dipakai, tidak saja untuk alasan antroposentrisme, lebih jauh lagi adalah tipu muslihat kapitalo-sentrisme.

Marilah kita jujur pada data dan bukti empiris yang nyata di depan mata. Ilmuwan harus keluar dari ruang-ruang dingin ber-AC dan menyaksikan secara langsung masalah umat manusia hari ini.

Sekali lagi, jujurlah pada kenyataan. Berpihaklah pada masalah di depan mata!

*sumber foto: https://www.dreamstime.com/concept-to-problem-environment-incineration-garbage-incinerators-harm-planet-earth-t-burning-plants-harmful-thrown-image122757013

Tinggalkan Komentar